Lily Suheiry, Runtuhan Permainan Ombak Ditelan Pasir

Penulis di belakang patung Lily Suheiry Medan

Kalau ada yang tau tentang Lily Suheiry terutama orangtua, tentulah orangtua tersebut bagian dari zaman lampau. Sedangkan dari kalangan muda, apabila ia tau siapa Lily Suheiry pastilah ia membaca dan berminat terhadap sejarah lampau. Kata pepatah, “yang lampau selalu aktual.”

Lily Suheiry seorang putra Sunda, ia sendiri menyebut dirinya sebagai orang Banten. Pria berbintang Capricorn ini lahir di Bogor Jawa Barat 23 Desember 1915. Kalau masih hidup, usianya mungkin 97 tahun. Lily Suheiry tumbuh remaja, menikah, berkarier serta menghabiskan masa hidup sampai dengan tutup usia di Kota Medan. Dan sewaktu di Medan Lily Suheiry tinggal di Lorong II, Jalan Multatuli.

Saat Lily kecil berusia 1 tahun bersama ibu dan kakeknya, ia dibawa ke Brastagi, Sumatera Utara. Kebetulan kakeknya Lily mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga rumah milik orang Belanda. Pemilik rumah sangat mencintai musik. Melihat Lily kecil mempunyai bakat yang besar di bidang musik. Pemilik rumah simpatik dan kemudian menyekolahkan Lily ke sekolah Belanda [HIS]. Seluruh bea pendidikan ditanggung.

Kemudian setamatnya dari HIS, Lily sempat sekolah di MULO dan seangkatan dengan Djamin Ginting yang di kemudian hari menjadi letjend, namanya diabadikan menjadi nama jalan di Kota Medan. Lily sempat belajar biola kepada seorang Jerman. Sempat pula belajar biola kepada orang Rusia bernama Boris Mariev yang pada tahun 1930-an sangat terkenal di Kota Medan.

Lily remaja sekisar tahun 1930-an sudah ikut dalam Opera Bangsawan. Berkat bakat musiknya yang besar, Lily Suheiry cepat dikenal orang. Pada 1938 ia berangkat ke Singapura untuk rekaman piringan hitam pada perusahaan His Master’s Voice.  Ada sejumlah perusahaan gramafon di Surabaya di antaranya perusahaan rekaman Odeon, Canary, dan His Master’s Voice yang khusus memroduksi piringan hitam dari kalangan orang kaya. Keberadaan perusahaan rekaman di Indonesia yang terkenal sejak dulu adalah Irama, Dimita, Remaco, dan Lokananta. Lokananta sampai saat ini masih eksis. Glen Fredley, Yuni Shara, pernah rekaman di Lokananta serta penyanyi kondang lainnya.

Lily Suheiry Sang Komposer Mahsyur

Kemahsyuran Lily Suheiry sebagai komponis pada era tahun 1950-an, bukan hanya di Kota Medan  melainkan dikenal pula sampai ke ibu kota Jakarta dan Malaysia. Lily Suheiry adalah seniman sejati yang tercatat sebagai komponis dan penulis lagu.

Sejak menjelang akhir masa kolonial Belanda dan Jepang hingga tahun 1970-an ia telah menciptakan ratusan lagu dan komposisi musik. Ketika Idris Sardi belum menjadi apa-apa. Lily Suheiry sudah menjadi maestro komponis lagu-lagu perjuangan dan pop. Spesialiasi yang dikuasai Lily Suheiry adalah alat musik biola. Selain itu, ia mahir memainkan saxophone, klarinet, piano. Sesekali menyanyi juga. Lagu-lagunya pun sudah sering dinyanyikan oleh artis ibukota. Apa lacur, terkadang penyanyi lebih terkenal ketimbang pencipta lagunya.

Lagu Lily Suheiry yang berjudul, “Selayang Pandang” sudah pernah didendangkan di hadapan  PJM [paduka jang mulia], Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. “Selayang Pandang” memiliki beberapa versi, ada yang dinyanyikan oleh Said Effendi dan ada pula yang dipopulerkan oleh Eddy Silitonga dan liriknya sudah diubah. Lagu ini bahkan sampai sekarang masih sering diputar orang. Lirik lagu “Selayang Pandang” sebagai berikut:


Dari mana datangnya lintah
dari sawah turun ke kali
darilah mana datangnya cinta
darilah mata turun ke hati

Layang-layang selayang pandang
hati di dalam rasa bergoncang
layang-layang jatuh di kali
sekali pandang jatuh ke hati

Buah duku buah rambutan
buah peti isinya laksa
hatiku rindu bukan buatan
mengenang kasih jauh di mata

Layang-layang selayang pandang
hati di dalam rasa bergoncang
layang-layang di pohon duku
kalau dipandang menjadi rindu

Pulau pandan jauh di tengah
di balik pulau si angsa dua
hancurlah badan di kandung tanah
budi yang baik terkenang jua

Kalau ada sumur di ladang
boleh kita menumpang mandi
kalaulah ada umurku panjang
bolehlah kita bertemu lagi
layang-layang selayang pandang
hati di dalam rasa bergoncang

Layang-layang tangkainya lidi
selayang pandang sampai di sini


Sedangkan “Selayang Pandang” versi Eddy Silitonga dan arransmennya telah banyak digubah ke dalam berbagai jenis musik termasuk dangdut dan langgam Melayu. Lagu ini tidak pernah absen setiap ada perhelatan budaya dan pernikahan, lirik lagunya:

Lama sudah tidak ke ladang
Tinggi rumput darilah lalang
Lama tak kupandang hati tak senang
Lama tak kupandang hati tak senang

Reff:
Layang-layang selayang pandang
Hati di dalam rasa bergoncang
Jangan ragu dan jangan bimbang
Ini lagu selayang pandang

Kalau tidak kelapa puan
Tidak puan kelapa bali
Kalau tak puan siapa lagi
Kalau tak puan siapa lagi
Layang-layang.......

Wahai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Wahai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan
Layang-layang........




Peristiwa Kelabu di Aras Kabu

Satu di antaranya ratusan karya lagu Lily Suheiry yang paling sering diapresiasi adalah lagu yang berjudul “Aras Kabu.” Pada lagu ini digambarkan bagaimana ketika itu Lily Suheiry bersama rombongan musisi yang tergabung dalam OSM [Orkes Studio Medan] mengalami tragedi yang nyaris merampas maut.

Pada suatu pagi yang berkabut di tahun 1944, rombongan sedang bersiap-siap di stasiun kereta api Medan hendak menuju Pematang Siantar untuk mengadakan pertunjukan musik. Kemudian sesampainya di stasiun kereta Aras Kabu. Kereta yang ditumpangi Lily Suheiry beserta rombongan ditembaki pesawat terbang tempur Mustang milik sekutu. Dalam peristiwa tragis tersebut menewaskan rekan Lily Suheiry, seorang biduan wanita bernama Miss Diding. Sedangkan rekan-rekan yang lainnya luka-luka di antaranya Miss Rubiah, Ani Kinsei, Zubaidah Rahman, Hasan Ngalimun, Hasim Ngalimun dan Nulung S. Berdasarkan kejadian pilu itu Lily Suheiry menciptakan komposisi lagu, “Aras Kabu.” Selain itu, keistimewaan karya Lily Suheiry adalah ketajaman daya cipta dan kreasi yang ia gali dan serap dari musik asli Melayu Sumatera Timur. Lahirlah lagu “Bunga Rampai,” “Rayuan Kencana,” “Setangkai Minang.”

Lagu “Aras Kabu,” “Hai Pemudaku,” “Pemuda Indonesia,” “Cumbuan Dewa,” “Bayangan,” hampir keseluruhan gubahannya menggambarkan gejolak jiwa perjuangan bangsa Indonesia agar pantang mundur, pantang kendur melawan penjajah Belanda dan Jepang. Semasa hidupnya karya Lily sering dikumandangkan melalui Radio Republik Indonesia Stasiun Medan dan Televisi Stasiun Medan.  Lily Suheiry sempat pula tergabung dalam lembaga kebudayaan Bunkaka. Lantaran lagu-lagunya sebagian besar mengobarkan semangat anti kolonialisme Jepang. Lily disiksa oleh polisi rahasia Jepang, Kempetai.  Dan kemudian tahun 1947, Lily Suheiry hijrah ke Bukit Tinggi. Dari sinilah embrio lagu “Figurku,” dan “Pecal Ngarai” tercipta.

Untuk mengenang komponis Lily Suheiry. Walikota Medan pada waktu itu [1987] H. Agus Salim Rangkuti mendirikan patung dan taman Lily Suheiry yang terletak di tengah-tengah kota Medan di Jalan Palang Merah simpang Jalan Listrik Medan. Jangan pernah membayangkan taman ini seteduh atau seluas taman Ganesha di Kota Bandung misalnya. Nihil! Jangan pula membayangkan patung Lily Suheiry sedang memainkan biola dapat kita lihat. Absurd! Patung tersebut tidak jelas wajah siapa, bahkan buruk sekali. Di bawahnya pun tidak ada tertera keterangan bahwa patung tersebut adalah maestro besar Indonesia yang berada di Medan dialah Lily Suheiry. Padahal apa susahnya bagi Pemkot Medan untuk membuat atau menempakan patung yang berbentuk rupa Lily Suheiry. Banyak sekali pematung-pematung yang bisa mengolah kayu, batu, tembaga, kuningan. Tidak dapatkah Pemkot Medan melakukan hal tersebut?

Sejenak lepas ke masa ke belakang, mengenang komponis besar Lily Suheiry. Pada tahun 1987, kira-kira 25 tahun silam. Melalui inisiatif sejumlah rekan-rekan dan fans Lily Suheiry diadakan peringatan kematian Lily bekerja sama dengan RRI Nusantara I Medan dan Radio Alnora dibentuklah tim Penyelenggara Panggung Gembira dan Yayasan Seni Lily Suheiry yang terdiri dari pelbagai kalangan seperti Sjam Abdoerrahman, BA [Kepsta RRI Nus I Medan], H. Adnan Lubis [Dirut Radio Alnora Medan], Z. Pangaduan Lubis, Amir Hasan dan sejumlah musisi pendukung konduktor musik Maz Sapulete.

Sebagian Daftar Lagu-lagu Ciptaan Lily Suheiry
•    Aras Kabu
•    Ayo Bekerja
•    Angkatan Udara Kita
•    Aneka Ragam
•    Ayo ke Pantai Cermin
•    Air Mancur
•    Air Pasang
•    Bayu
•    Bunga Tanjung
•    Bungan Mawar Kembang Berduri
•    Bunga Labu
•    Bayangan Bintang
•    Bunga Rampai
•    Baju Biru
•    Bersatu
•    Bayangan
•    Bukit Tinggi
•    Bangunlah Satria
•    Berdendang Kita Bersama
•    Bersandel Bahu
•    Bina Raga Tiwi
•    Bunga Melati
•    Baktimu Kuingat
•    Cumbuan Dewa
•    Cek Minah
•    Cendra Dimuka
•    Cempaka
•    Di kala Malam Hari
•    Di terang Bulan Gasid Melenggang
•    Doa Ku
•    Dipotong Jangan
•    Dari Barat ke Timur
•    Doaku Padamu Ida
•    Darah Melayu
•    Dwi Tunggal
•    Emad Seuntai
•    Figurku
•    Fajar Menyingsing
•    Gema di Malam Hari
•    Gagal Berderai
•    Gadis Deli
•    Genderang Berbunyi
•    Gadis Genit Kota Medan
•    Gadis Melenggang di Senja Hari
•    Gadis Berselendang Mayang
•    Gadis
•    Gayung Bersambut
•    Gesuri
•    Habis Manis Sepah Dibuang
•    Harapan Hampa
•    Halaida
•    Hujan Gerimis
•    Hati nan Hampa
•    Harapan
•    Hiasan Alam nan Permai
•    Hani Laibahas
•    Kota Medan
•    Kuda Gara
•    Ku Terkenang
•    Kembang Layu
•    Kenanga
•    Kata Bersambut
•    Kak Leha
•    Kau dan Mawar
•    Karya Budaya
•    Kasih Ibu

Berdasarkan dokumentasi radio Alnora Medan, karya-karya Lily Suheiry mencapai 134 judul.


Lirik Lagu Lily Suheiry

Runtuhan

Kini hidupku hanya
hanya tinggal runtuhan
o runtuhan
penuh luka hatiku ini
diiris kenangan riwayat dulu
gagal berderai semua mimpi

Aku hanya buih permainan ombak
tiba di pantai, tiba di pantai ditelan pasir
resah merintih
desau nafasku
ratapan rindu yang hancur

Penuh luka hatiku ini
diiris kenangan riwayat yang lalu
kini hidupku
hanya, hanya tinggal runtuhan
o runtuhan
penuh luka hatiku ini
diiris kenangan riwayat dulu
gagal berderai semua mimpi
Aku hanya buih permainan ombak
tiba di pantai, tiba di pantai ditelan pasir
kini hidupku
hanya tinggal runtuhan


Figurku

Teringat daku suatu ketika
alam bencana membelah bumi
mengaum halilintar mererak jiwa
sukma bak dian di laut fani


Ketika terdampar di tasik sunyi
terdengar daku gema rintihan
terbayang tuan di ruang mata
kiranya kita seiring derita

Rasa kasih hormat di kalbu
terjalinlah sebuah irama
tuan kupuja jadi figurku
semoga menjadi tilikan bangsa

Maaf tentu kupinta
daku bukan pujangga
memang sudah sifat kita
silap lupa itu pasti ada


Lalu Waktu Pilu Kelabu

30 September 1979 Lily Suheiry terbaring sakit di Rumah Sakit Kodam II Bukit Barisan, Medan. Dua hari kemudian, 2 Oktober 1979 laki-laki dengan sejuta pemuja dan karya-karya monumental pergi untuk selama-lamanya.

Sebagaimana yang ditulis dalam dokumentasi Radio Alnora, “Andai hari ini masih ada yang bertanya, mengapa seorang Lily Suheiry harus dikenang dan karya-karyanya harus terus disebarluaskan?” Ada baiknya kita simak ujaran sastrawan Amerika Booth Tarkington, “Suatu negara dapat diatur dengan sempurna oleh pemerintahnya, memiliki kekuasaan yang besar sekali dan tanpa kemiskinan; akan tetapi manakala jika negara tidak menghasilkan arsitekturnya sendiri, seni pahatnya sendiri, tidak menghasilkan musiknya sendiri, lukisan atau sastranya sendiri, maka suatu waktu negara tesrebut akan hilang berlalu ke dalam senja sejarah dengan hanya meninggalkan bekas-bekas catatan politik saja.”


Wafatnya komponis Lily Suheiry menyimpan harapan dan gagasan. Z. Pangaduan Lubis dalam sajak, “Lagu Hening” yang khusus dipersembahkan kepada Lily Suheiry. Z. Pangaduan Lubis menulis:
Bila musik tak bergema
jika lagu tak bersuara
kau tau itu
meski tak diucapkan tapi dirasakan

Adanya sudut-sudut sukma yang jadi hampa
karenanya kau ciptakan nyanyian
melerai batin dari pertarungan
dengan sunyi yang panjang

Teratai yang ditetesi embun
bunga labu yang ditiup angin
bunga tanjung yang gugur dini hari
kau nyanyikan
juga bunga melur yang ditepis pagi
dan cempaka wangi

Musik nyanyianmu
membuka pintu-pintu
menguakkan jendela-jendela
mengundang masuk lagu hening
ke ruang sukma

Kalaupun kau katakan juga
buih permainan ombak ialah dirimu
tapi tak terbantah pula
dengan sayap-sayapmu yang berani
tak bimbang kau terbang
memburu matahari

Telah 27 tahun Lily Suheiry pergi meninggalkan semua karya, kerja serta cita-cita. Tidak ada jejak, tidak ada rekaman sejarah, tidak ada suatu apa pun jua untuk mengenangnya. Tokoh-tokoh musik tidak lagi membicarakannya. Masa jaya dan masa surut Lily Suheiry laksana runtuhan permainan ombak ditelan pasir. Dan semua karyanya ibarat bunga tanjung gugur dini hari, nyanyiannya ibarat bunga melur ditepis pagi.

Akhirul kalam, melalui tulisan yang sederhana ini, penulis mengundang siapa pun yang menyimpan memori seputar Lily Suheiry, sudi kiranya untuk saling berbagi.[]

*** Selesai ***

Ket:
foto repro dok. Alnora
foto patung Lily Suheiry dok. Setiadi

Comments

Unknown said…
Salam Hangat Dari Saya ,
Cucu Lily Suhairy .
Cakrawala said…
Mohon ijin menggunakan foto patung Lily Suhairy ut ilustrasi tlsn saya di Analisa,terimakasih
Penulis said…
salam hangat kembali